Demikian dikatakan berbagai praktisi Labuhanbatu pada SIB, kemarin secara terpisah di antaranya Khairullah Ishal SE, Pdt Omson Simamora STh MMin dan Abdul Hakim Manise SH ketika diminta komentarnya seputar eksekusi mati delapan terpidana kasus narkotika. Memang sepintas mengarah pelanggaran HAM, namun putusan hukum harus dijalankan, terlebih setelah tidak mendapat grasi dari Presiden Jokowi guna menciptakan hukum sebagai panglima.
Peredaran narkotika sejenis sabu dan ekstasi atau peredaran barang haram itu sudah sangat membahayakan kalau tidak sejak dini dimusnahkan. Pemakainya bukan hanya kalangan pemuda dan pelajar, tapi sudah merambah ke penegak hukum. Hal itu harus dicegah agar negara ini jangan dirajai mafia narkotika, ujar Abdul Hakim Manise.
Sejalan amanat Kapoldasu Irjen Pol Drs Eko Hadi Sutejo SH MSi, apabila ada personilnya terlibat narkotika akan dihukum dan langsung dipecat. Komitmen membongkar kasus narkotika di Sumut khususnya Labuhanbatu harus direspon dengan positif.
Memang diakui, terang Pdt Omson Simamora juga Pengurus GIAT Sumut, sepintas dari segi rasa sosial dan moral hukuman mati bagi pelaku narkotika tidak manusiawi. Apalagi menurut agama Kristen tidak dibolehkan, karena pelaksanaan eksekusi dilakukan regu tembak. Walau di Arab Saudi terkenal dengan hukuman pancung, namun berbeda hukum di Indonesia masih dibolehkan.
Mengingat peredaran narkotika, sejenis sabu atau ekstasi acap kali dirazia pihak kepolisian di seluruh Indonesia. Bahkan peredaran barang haram itu dapat dikendalikan oleh Napi dari tahanan. Untuk itu, di wilayah Sumut terutama, peredaran narkotika harus dikikis habis.
Abdul Hakim dan Khairullah sependapat diutarakan MUI memberi dukungan hukuman mati kepada produsen, bandar dan pengedar narkoba. Masyarakat Sumut khusus Labuhanbatu diimbau tidak terlibat narkoba agar jangan terjerat hukuman mati.
sumber: hariansib.co
Post a Comment